Pesanku Kepada Para Murabbi
Wakil Mursyid Am Ikhwanul Muslimin
Semoga
bisa kita pahami, selanjutnya bisa kita realisasikan. Kita tidak ingin
bahasan ini hanya ada dalam tataran ucapan. Kita takut firman Allah:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لاَ تَفْعَلُونَ
Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat?
كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لاَ تَفْعَلُونَ
Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tiada kamu kerjakan (Ash Shaff, 61 : 2 – 3)
Ketahuilah,
kita hidup dibayangi makar jahat dan perdebatan yang berkepanjangan.
Musuh-musuh Islam melancarkan itu untuk menghalang-halangi manusia dari
jalan Allah. Kita masuk ke dalam peperangan yang dipenuhi dengan
berbagai macam strategi. Kita tidak akan pernah mampu melawan makar
mereka, kecuali dengan meminta kepada Allah dengan mengatakan, “Ya
Allah, aku mengadukan kelemahanku kepada-Mu….”
Coba kita renungkan kembali ucapan Bani Israil kepada Nabi Musa a.s. ini:
فَلَمَّا تَرَاءَى الْجَمْعَانِ قَالَ أَصْحَابُ مُوسَى إِنَّا لَمُدْرَكُونَ
Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: “Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”. (Q.S. Asy Syu’ara, 26 : 61)
Nabi Musa a.s. dengan penuh tsiqah dan yakin akan pertolongan Allah (ats-tsiqatul muthlaq billah) berkata kepada kaumnya:
قَالَ كَلاَّ إِنَّ مَعِيَ رَبِّي سَيَهْدِينِ
Musa menjawab, “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (Asy Syu’ara, 26 : 62)
Dan yang terjadi selanjutnya adalah:
فَأَوْحَيْنَا إِلَى مُوسَى أَنِ اضْرِبْ بِعَصَاكَ الْبَحْرَ فَانْفَلَقَ فَكَانَ كُلُّ فِرْقٍ كَالطَّوْدِ الْعَظِيمِ
Lalu
Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan tongkatmu”. Maka
terbelahlah lautan itu dan tiap-tiap belahan adalah seperti gunung yang
besar
وَأَزْلَفْنَا ثَمَّ اْلآخَرِينَ
Dan di sanalah Kami dekatkan golongan yang lain.
وَأَنْجَيْنَا مُوسَى وَمَنْ مَعَهُ أَجْمَعِينَ
Dan Kami selamatkan Musa dan orang-orang yang besertanya semuanya
ثُمَّ أَغْرَقْنَا اْلآخَرِينَ
Dan Kami tenggelamkan golongan yang lain itu
إِنَّ فِي ذَلِكَ لَآيَةً وَمَا كَانَ أَكْثَرُهُمْ مُؤْمِنِينَ
Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar merupakan suatu tanda yang besar
(mukjizat) dan tetapi adalah kebanyakan mereka tidak beriman
وَإِنَّ رَبَّكَ لَهُوَ الْعَزِيزُ الرَّحِيمُ
Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang (Asy Syu’ara, 26 : 63 – 68)
Lihatlah
sikap seorang mukmin ketika datang ancaman dari berbagai penjuru. Tidak
seharusnya seperti umat Nabi Musa. Umat Nabi Musa sepertinya
terhinggapi amnesia. Mereka melupakan janji Allah. Bahkan bersikap
seolah apa-apa yang dijanjikan Allah hanya tipuan. Berbeda dengan mereka
yang tertarbiyah dalam keimanan dan mempunyai tanggung jawab risalah,
saat melihat musuh di hadapan, mereka akan berkata, “Inilah yang Allah
dan rasulNya janjikan.”
Jadi
tarbiyah bukan sekedar tsaqafah, tapi mempersiapkan diri untuk menahan
makar dari barat dan timur. Lihatlah keteguhan Rasulullah saw. saat
menghadapi berbagai tipu daya kafir Quraisy. “Demi
Allah, jika mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan
bulan di tangan kiriku, agar aku menghentikan dakwah ini, niscaya tidak
akan pernah menggoyahkanku, sampai Allah memenangkan dakwah ini atau aku
hancur bersamanya.”
Sekali
lagi, itulah tarbiyah. Untuk menghadapi makar musuh sangat diperlukan
ketegaran, sebagaimana kisah mantan tukang sihir yang hendak dihukum
Fir’aun.
فَأَلْقَى مُوسَى عَصَاهُ فَإِذَا هِيَ تَلْقَفُ مَا يَأْفِكُونَ
Kemudian Musa melemparkan tongkatnya, maka tiba-tiba ia menelan benda-benda palsu yang mereka ada-adakan itu
فَأُلْقِيَ السَّحَرَةُ سَاجِدِينَ
Maka tersungkurlah ahli-ahli sihir sambil bersujud kepada Allah
قَالُوا ءَامَنَّا بِرَبِّ الْعَالَمِينَ
Mereka berkata: “Kami beriman kepada Tuhan semesta alam
رَبِّ مُوسَى وَهَارُونَ
yaitu: Tuhan Musa dan Harun
قَالَ
ءَامَنْتُمْ لَهُ قَبْلَ أَنْ ءَاذَنَ لَكُمْ إِنَّهُ لَكَبِيرُكُمُ
الَّذِي عَلَّمَكُمُ السِّحْرَ فَلَسَوْفَ تَعْلَمُونَ لَأُقَطِّعَنَّ
أَيْدِيَكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ مِنْ خِلاَفٍ وَلَأُصَلِّبَنَّكُمْ
أَجْمَعِينَ
Firaun
berkata: “Apakah kamu sekalian beriman kepada Musa sebelum aku memberi
izin kepadamu? Sesungguhnya dia benar-benar pemimpinmu yang mengajarkan
sihir kepadamu maka kamu nanti pasti benar-benar akan mengetahui (akibat
perbuatanmu); sesungguhnya aku akan memotong tanganmu dan kakimu dengan
bersilangan dan aku akan menyalibmu semuanya.”
قَالُوا لاَ ضَيْرَ إِنَّا إِلَى رَبِّنَا مُنْقَلِبُونَ
Mereka berkata: “Tidak ada kemudaratan (bagi kami); sesungguhnya kami akan kembali kepada Tuhan kami
إِنَّا نَطْمَعُ أَنْ يَغْفِرَ لَنَا رَبُّنَا خَطَايَانَا أَنْ كُنَّا أَوَّلَ الْمُؤْمِنِينَ
Sesungguhnya
kami amat menginginkan bahwa Tuhan kami akan mengampuni kesalahan kami,
karena kami adalah . orang-orang yang pertama-tama beriman
(As-Syu’ara: 45-51)
Tarbiyah
juga memberikan nilai yang dalam. Ketika nilai-nilai rabbaniyah telah
menshibghah, maka apa pun yang terjadi, kalian tidak akan terpengaruh.
Bahkan, semisal ancaman penghilangan nyawa sekalipun seperti yang
diterima mantan ahli sihir Fir’aun.
Seperti itulah tarbiyah membentuk rijal. Tentu saja untuk sampai pada rijal yang shiddiq ada ujian. Iman mereka itu teruji dengan ujian.
أَمْ
حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَأْتِكُمْ مَثَلُ
الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِكُمْ مَسَّتْهُمُ الْبَأْسَاءُ وَالضَّرَّاءُ
وَزُلْزِلُوا حَتَّى يَقُولَ الرَّسُولُ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُ
مَتَى نَصْرُ اللَّهِ أَلاَ إِنَّ نَصْرَ اللَّهِ قَرِيبٌ
Apakah
kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum datang kepadamu
(cobaan) sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka
ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan, serta digoncangkan (dengan
bermacam-macam cobaan) sehingga berkatalah Rasul dan orang-orang yang
beriman bersamanya: “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah,
sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat (Al Baqarah, 2 : 214)
Ada tiga hal manfaat ujian dan tarbiyah dengan kesulitan, antara lain:
1. Untuk menyeleksi yang baik dari yang buruk (Ali imran, 3 : 179)
مَا
كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ
حَتَّى يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَمَا كَانَ اللَّهُ
لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ
مَنْ يَشَاءُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَإِنْ تُؤْمِنُوا
وَتَتَّقُوا فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Allah
sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam
keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik)
dari yang baik (mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan
memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang gaib, akan tetapi Allah memilih
siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu
berimanlah kepada Allah dan rasul-rasul-Nya; dan jika kamu beriman dan
bertakwa, maka bagimu pahala yang besar” (Ali Imran, 3 : 179)
Ujian datang untuk menyeleksi kualitas orang-orang yang beriman dan menghasilkan kepemipinan yang tangguh.
2. Untuk memilih orang-orang beriman dan menghinakan orang-orang kafir
وَلِيُمَحِّصَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَيَمْحَقَ الْكَافِرِينَ
Dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir (Ali Imran, 3 : 141)
3. Allah memilih para syuhada
إِنْ
يَمْسَسْكُمْ قَرْحٌ فَقَدْ مَسَّ الْقَوْمَ قَرْحٌ مِثْلُهُ وَتِلْكَ
اْلأَيَّامُ نُدَاوِلُهَا بَيْنَ النَّاسِ وَلِيَعْلَمَ اللَّهُ الَّذِينَ
ءَامَنُوا وَيَتَّخِذَ مِنْكُمْ شُهَدَاءَ وَاللَّهُ لاَ يُحِبُّ
الظَّالِمِينَ
Jika
kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir)
itu pun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa
(kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar
mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang
beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu
dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai
orang-orang yang lalim (Ali Imran, 3 : 140)
Yang
memilih adalah Allah, bukan kalian. Ingaklah oleh kalian kisah Khalid
bin Walid ketika di ambang kematian padahal bekas luka dari medan perang
menghiasi sekujur tubuhnya. Ia mati normal. Di tempat tidurnya sendiri.
“Saya mati seperti unta, celakalah orang-orang penakut.”
Seorang
mukmin sejati tidak takut mati, karena kematian akan dating kapan pun
di mana pun. Ketika Sayyid Qutb dieksekusi, kami shalat, salah seorang
akh yang suaranya merdu membaca surat Ghafir (Mu’min).
وَيَا
قَوْمِ مَا لِي أَدْعُوكُمْ إِلَى النَّجَاةِ وَتَدْعُونَنِي إِلَى
النَّارِ . تَدْعُونَنِي لِأَكْفُرَ بِاللَّهِ وَأُشْرِكَ بِهِ مَا لَيْسَ
لِي بِهِ عِلْمٌ وَأَنَا أَدْعُوكُمْ إِلَى الْعَزِيزِ الْغَفَّارِ . لاَ
جَرَمَ أَنَّمَا تَدْعُونَنِي إِلَيْهِ لَيْسَ لَهُ دَعْوَةٌ فِي
الدُّنْيَا وَلاَ فِي اْلآخِرَةِ وَأَنَّ مَرَدَّنَا إِلَى اللَّهِ وَأَنَّ
الْمُسْرِفِينَ هُمْ أَصْحَابُ النَّارِ . فَسَتَذْكُرُونَ مَا أَقُولُ
لَكُمْ وَأُفَوِّضُ أَمْرِي إِلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ بَصِيرٌ
بِالْعِبَادِ
Hai
kaumku, bagaimanakah kamu, aku menyeru kamu kepada keselamatan, tetapi
kamu menyeru aku ke neraka? (Kenapa) kamu menyeruku supaya kafir kepada
Allah dan mempersekutukan-Nya dengan apa yang tidak kuketahui, padahal
aku menyeru kamu (beriman) kepada Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun?
Sudah pasti bahwa apa yang kamu seru supaya aku (beriman) kepadanya
tidak dapat memperkenankan seruan apa pun baik di dunia maupun di
akhirat. Dan sesungguhnya kita kembali kepada Allah dan sesungguhnya
orang-orang yang melampaui batas, mereka itulah penghuni neraka. Kelak
kamu akan ingat kepada apa yang kukatakan kepada kamu. Dan aku
menyerahkan urusanku kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat akan
hamba-hamba-Nya”. (Al Mu’min/Ghafir, 40 : 41 – 44)
Ketika kami dengar beliau akan dieksekusi, mata air meleleh, sedih, tangis. Semoga beliau termasuk orang-orang shalih.
Saya
bertanya, kalau beliau tidak mati di tiang gantungan, apakah beliau
juga akan mati? Tentu. Karena, ajal sudah habis. Lalu apa arti syahadah? Artinya, Allah mengganti dari kematian yang wajar untuk mengangkat derajatnya.
Selain itu ada yang harus diperhatikan oleh murabbi, yaitu:
1. Manhajus Sadid (manhaj yang benar)
Hendaknya
bekerja sesuai dengan manhaj secara kontinu, tanpa lelah. Bahkan,
ketika bekerja ia merasa kurang dan tidak merasa sudah baik, maka ia
selalu merasa perlu untuk menyempurnakan pekerjaannya.
2. Nafasnya Panjang
Karena
perang itu lama, perlu sabar. Kesabaran yang bagus, yang tidak ada
kesedihan, yang membuat kalian ridha. “Sungguh menakjubkan urusan orang
beriman. Setiap urusan dianggap baik dan itu tidak akan ada kecuali
dalam diri orang beriman. Jika mendapat kenikmatan, ia bersyukur dan itu
adalah lebih baik baginya. Jika mendapat kesulitan, ia bersabar dan itu
adalah lebih baik baginya.” (HR Muslim)
Sabar
memberikan nafas panjang. Setelah sabar, membekali diri dengan
pemahaman agama, pemahaman politik, pemahaman agama. Pemahaman perlu
indhibat, perlu harakah. Tahu kapan harus bergerak.
Seseorang
harus mempunyai ilmu untuk mengetahui rahasia hidup, harus punya ilmu
untuk mengetahui posisi masyarakat. Itulah kepribadian yang sempurna.
Oleh
karena itu Allah berfirman kepada Rasulullah saw., “Ia mengajarkan
Kitab dan Hikmah…” Walaupun ada yang menafsirkan hikmah adalah sunnah,
kita ikuti pendapat lain bahwa hikmah adalah hikmah ilmu.
Ketahuilah oleh kalian sifat-sifat umum murabbi, yaitu:
1. Ikhlas dalam amal
Semua
gerakannya untuk Allah. Saya tidak tahu apakan saya sampaikan ini
kepada kalian atau yang lain, hadits riwayat Abu Daud, bahwa Rasulullah
saw. setiap kali keluar toilet baca istighfar. Kenapa? Karena, di toilet
beliau terhalangi untuk dzikir kepada Allah. Begitulah seharusnya
seorang murabbi, selalu berzikir kepada Allah. Semua aktivitas hidupnya lillahi ta’ala.
2. Benar dalam manhaj dan percaya benar dalam mengikuti manhaj
Para
ulama merasa yakin bahwa mereka berada dalam manhaj yang benar. Manhaj
ini bersambung sampai kepada manhaj Rasulullah. Begitu juga kita dalam
dakwah ini. Kalian tidak ikut kepada manusia, namun fikrahnya. Kita
menghargai orang, bukan mengkultuskan. Beda antara taqdir dan taqdis.
Kalau kita berkomitmen, itu artinya berkomitmen kepada manhaj karena
manhaj itu benar. Itu seua harus jelas bagi murabbi. Sebab, kalau jelas
bagai matahari di siang bolong, murabbi bisa mentransfernya kepada orang
lain. Ia punya hujjah yang kuat untuk disampaikan, bahkan kepada orang
yang mendebat dan bertanya kepadanya.
3. Melek akan kondisi masyarakat
Kita
hidup di masyarakat yang plural. Ada petani, pedagang, pegawai negeri,
pegawai swasta, buruh, dan lain-lain. Karena itu, seorang murabbi harus
memahami kondisi masyarakat. Surat Al-Kahfi ayat 19 mengingatkan kita
tentang arti bersabar, yaitu sampai memahami kondisi masyarakat. Jangan
terburu-buru. Jangan emosi.
4. Mengetahui kondisi manusia dan berhubungan dengan mereka
Mencari
ilmu, pelajari masyarakat, tidak tergesa-gesa. Itu kata kunci dalam
dakwah. Dalam risalahnya, Imam Al Banna mengatakan, “Barangsiapa ingin
memetik hasil sebelum masa panen, hendaknya cari jalan lain, bukan jalan
Ikhwan.”
Umar berkata:
اللهم إني أعوذ بك من جلد الفاجر وعجز التقي
Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari kekerasan orang fajir dan kelemahan orang yang bertakwa
Hendaknya murabbi meninggalkan hal-hal berikut ini:
1. Emosi jauh dari sentimen pribadi. Cinta dan benci karena Allah, bukan karena sentimen pribadi.
2. Jauh dari tindakan emosional.
Keras suaranya seolah ia komandan perang saat berdebat dengan orang
lain. Kalau kalian emosional begini, bagaimana mereka akan mendengar
kalian.
3. Senantiasa waspada dengan kondisi.
Berhati-hati untuk meninggalkan realita yang dihadapinya. Kami pernah
hendak memberangkatkan pemuda ke Afghanistan. Maka, yang pertama yang
harus mereka pelajari adalah Fiqih Hanafi karena masyarakat di sana
bermazhab Hanafi.
Saya
pernah diundang ke suatu daerah dan saat itu saya tidak memakai peci.
Ketika hendak shalat seseorang membuka pecinya lalu mengatakan, kalau
tidak keberatan pakailah ini. Saya ucapkan jazakallah, lalu bertanya
kepadanya, kenapa kamu beri saya peci, namun kamu sendiri shalat dengan
telanjang kepala?
Imam
Al-Banna mengatakan, “Setiap pertanyaan yang tidak ada tendensi
amalnya, maka melakukannya adalah pembebanan yang dilarang agama.” Sifat
ini sangat penting. Jika telah memenuhi sifat ini, maka kalian akan
berpikir pada yang lebih detail dan mendalam. Inilah tarbiyah yang
membentuk ideology. Tarbiyah aqlul muslim. Seorang muslim harus menyusun terlebih dahulu akalnya pada tingkat rabbani.
Jika
seorang ikhwah bersikap keras akan berakibat fatal, maka seharus dia
tidak mengucapkan satu patah kata pun. Lihatlah apa yang dicontohkan
seorang sahabat yang ingin menyampaikan saran kepada Rasulullah saw. Dia
bertanya terlebih dahulu, apakah ini wahyu yang diturunkan Allah atau
sekedar inisiatif dari Rasulullah saw. Nabi saw. mengatakan, itu
inisiatif dirinya. Maka, sahabat itu menyampaikan idenya.
Seorang qiyadah pun tidak boleh memotong pendapat yang dilontarkan kepadanya karena itu akanmemutus ide yang akan disampaikan. Jika hal itu dilakukan, akan melemahkan konsep tarbiyah.
Imam mazhab pernah mengatakan, pendapat saya mungkin benar tapi bisa jadi keliru; dan pendapat lain mungkin keliru tapi bisa jadi benar.
Kalian
sebagai murabbi harus senantiasa memasang telinga untuk mendengar,
menyiapkan dada yang lapang, dan wajah yang penuh senyum. Begitulah Nabi
kalian, Muhammad saw. Beliau senantiasa berwajah senyum, kecuali jika
melihat ada penyimpangan yang berhubungan dengan syariat. Beliau paling
dahulu marah melalui perubahan wajahnya.
Seorang murabbi harus senantiasa memberikan dirinya dalam sikap tsiqah. Jangan mencoba mengurangi keyakinannya.
Sisi
lain yang kita bahas adalah senantiasa bersikap tawadhu, senantiasa
mendengar, syura, menghormati pemikiran madh’u sekalipun dalam
memberikan kritik atau masukan. Senantiasa berpartisipasi dalam kegiatan
masyarakat, sehingga mereka dapat memberikan ide. Karena, dengan
demikian kalian sedang mentarbiyah mereka tentang syura dan menyatukan
pemahaman serta sikap mereka. Seperti yang kita pahami sebagaimana
Rasulullah saw. menyatukan perbedaan pendapat antara Abu Bakar, Umar,
Utsman, dan Ali.
Saya
katakan tidak dipungkiri bahwa dengan kalian berpartisipasi, akan
memberikan rasa gembira pada mereka. Karena itu, jangan menghukumi
mereka, jangan merendahkan, dan jangan memotong pembicaraan mereka.
Saya ingin menutup pembicaraan dengan beberapa point penting:
1. Langkah awal yang penting adalah musyarakah wijdaniyah, bahwa kalian memiliki peran di tengah masyarakat. Karena masyair wijdaniyah
dapat menjadikan akal menerima alasan seperti kisah Nabi Sulaiman yang
sedang melakukan inspeksi dan tidak mendapatkan Burung Hud-Hud. Ketika
Nabi Sulaiman kehilangan Burung Hud-Hud, maka yang dilakukan adalah
menggunakan musyarakah wijdaniyah.
2.
Memberikan perasaan untuk senantiasa berada dalam pembicaraan atau
dialog, dan meninggalkan debat yang tiada guna. Ingalah sabda Rasulullah
ini: “Aku adalah pemimpin seseorang yang meninggalkan debat meskipun
dia benar.”
3.
Memberikan perasaan penerimaan pada pandangan dan keputusan muassasi
karena ini akan memberikan pengaruh pada kekuatan jamaah.
Pada kesempatan ini pula saya ingin mengingatkan kembali 10 Wasiat Imam Al-Banna:
- Bangunlah segera untuk melakukan sholat apabila mendengar adzan walau bagaimanapun keadaannya.
- Baca, telaah, dan dengarkan Al-Qur’an atau dzikirlah kepada Allah; dan janganlah engkau menghambur-hamburkan waktumu dalam masalah yang tidak ada manfaatnya.
- Bersungguh-sungguhlah untuk bisa berbicara dalam bahasa Arab dengan fasih.
- Jangan memperbanyak perdebatan, sebab hal itu tidak akan mendatangkan kebaikan.
- Jangan banyak tertawa, sebab hati yang tenang dan tentram adalah yang selalu berkomunikasi dengan Allah (dzikir).
- Jangan bergurau karena umat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan bersungguh-sungguh dan terus-menerus.
- Jangan mengeraskan suara di atas suara yang diperlukan pendengar, karena hal ini akan mengganggu dan menyakiti orang yag mendengarkan.
- Jauhilah dari membicarakan kejelekan orang lain atau melukainya dalam bentuk apapun, dan jangan berbicara kecuali yang baik.
- Berta’aruflah dengan saudaramu yang kalian temui walaupun dia tidak meminta, sebab prinsip dakwah kita adalah cinta dan ta’awun (kerja sama).
- Pekerjaan rumah kita sebenarnya lebih bertumpuk dari pada waktu yang tersedia, maka manfaatkanlah waktu; dan apabila kalian mempunyai sesuatu keperluan, maka sederhanakanlah dan percepatlah untuk diselesaikan.
Selanjutnya, wasiat saya kepada kalian: jagalah ukhuwah, jagalah uhkhuwah karena dengan itulah kita dapattsabat dan memiliki kekuatan. Hal inilah yang senantiasa diwasiatkan dan disampaikan pada hadits tsulasa.
Dakwah akan kokoh dengan ukhuwah dan keteguhan kita pada manhaj. Karena
itu, hal terpenting setelah keimanan yang harus kalian perhatikan
adalah ukhuwah.
Terakhir
saya mengundang kalian untuk berkunjung ke Mesir. Setelah Allah membuka
Mesir dengan revolusi di awal tahun ini, setiap hari orang-orang
berdatangan kepada kami dan ini membuat musuh-musuh bertambah takut.
Saya tutup muhadharah ini dengan doa rabithah:
اللهم
أنك تعلم أن هذه القلوب قد اجتمعت على محبتك ، و التقت على طاعتك ، وتوحدت
على دعوتك ، وتعاهدت على نصرة شريعتك، فوفق اللهم رابطتها ، وأدم ودها ،
واهدها سبلها ، و املأها بنورك الذي لا يخبوا ، و اشرح صدورها بفيض الايمان
بك ، وجميل التوكل عليك، وأحيها بمعرفتك، وأمتها على الشهادة في سبيلك ،
انك نعم المولى ونعم النصير
Ya
Allah, sesungguhnya Engkau Maha Mengetahui bahwa hati-hati ini telah
berkumpul atas dasar kecintaan apdaMu, bertemu atas dasar ketaatan
padaMu, bersatu dalam rangka menyeru di jalanMu, dan berjanji setia
untuk membela syariatMu, maka kuatkanlah ikatan pertaliannya, Ya Allah,
abadikanlah kasih sayangnya, tunjukkanlah jalan-jalannya, dan penuhilah
ia dengan cahayaMu yang tidak pernah padam, lapangkanlah dadanya dengan
limpahan iman dan keindahan tawakal kepadaMu, dan matikanlah ia dalam
keadaan syahid di jalanMu. Sesungguhnya Engkau sebaik-baik pelindung dan
sebaik-baik penolong. Dan semoga shalawat serta salam tercurahkan
kepada junjungan kami, Muhammad, kepada keluarganya, dan kepada semua
sahabatnya.
Comments
Post a Comment